Setiap makhluk hidup akan mati. Begitu juga dengan manusia. Kematian adalah kemestian dan kepastian. Namun, kondisi kematian setiap insan akan berbeda-beda. Paling tidak, ada tiga kondisi insan saat kematian itu tiba.
Pernah menyolatkan jenazah yang saat meninggal dalam keadaan menunaikan sholat…. Subhanallah..indahnya hamba Allah yang meninggal dalam kondisi demikian. .Semenjak pulang dari Damaskus Suriah tahun 2000 sampai saat ini, sudah tiga kali saya menyolatkan hamba-hamba Allah yang mendapatkan keistimewaan dalam mengakhiri hidupnya.
Yang pertama, saat kakek samping saya, al-Ust. H. Muhammadun, meninggal dunia beberapa tahun lalu. Beliau meninggal dunia saat akan berdiri untuk khutbah kedua sholat jumat di masjid Jami’ al-Mujahidin Kalibata. Saat itu beliau tiba-tiba terjatuh dan kepalanya terantuk mimbar kayu lalu tidak sadarkan diri dan kemudian meninggal dunia. Masih beruntung saat itu ada paman saya, KH. Abdul Halim yang bisa langsung menggantikan posisi beliau sebagai khatib sehinga pelaksanan sholat Jumat bisa dilanjutkan, meskipun dalam kondisi berduka.
Baca juga: Hidup Barokah Bukan Tanpa Masalah
Yang kedua, mensholatkan jenazah tetangga yang biasa saya panggil bang H.Asmawi. Beliau meninggal dunia saat menjadi imam di masjid Jami’ al-Mujahidin juga. Sebenarnya beliau jarang mau jadi imam, terlebih bila ada guru ngaji kecil saya, Ust. H. Muhayat Soleh atau Ust. H. Muhammad Haris. Tapi berhubung saat itu tidak ada lagi orang yang dianggap layak, akhirnya beliau yang di daulat jadi imam. Dan saat berada pada posisi tahyat awal, beliau tiba-tiba tersungkur dan tidak lama kemudian dinyatakan meninggal dunia. Begitu pula yang ketiga, Bang H. Hamdani yang meninggal saat sholat Asar di musholla al-Ikhlas Kalibata. Yang terakhir ini baru saja saya mensholatkannya kemarin hari Senin di musholla tempat beliau kembali ke haribaan Allah SWT.
Ada orang-orang yang meninggal dengan kondisi yang indah seperti itu, yang membuat kita iri. Siapa yang tak iri…Karena secara zahir mereka layak disebut meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Tapi ada juga yang meninggal dalam kondisi sedang melakukan kemaksiatan. Wa iyyadzu billah. Ajal datangnya memang tidak disangka sangka, kapan saja bisa hadir bila memang sudah saatnya dan tidak bisa ditunda, La yastakhiruuna sa’atan wa la yastaqdimun.
Baca juga: Hiasa diri dengan Sifat Rendah Hati
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَـوَاتِيْمُ
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya”. [HR Bukhari).
Kalau kita merujuk pada al-Qur-an, paling tidak ada tiga kondisi kematian anak manusia:
Meninggal dalam keadaan kafir, tidak beriman
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar, (tentulah kamu akan merasa ngeri). (Q.S al-Anfal: 50).
Meninggal dalam keadaan zholim
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” ( Q.S al-An’am: 93)