Ia menilai tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh pihak saat ini adalah bagaimana menerjemahkan nilai Pancasila pada generasi baru. Narasi-narasi baru dibutuhkan, agar generasi tersebut mampu menghayati nilai Pancasila sesuai perspektif dan cara mereka.
“Jadi tidak lagi kemudian soal menghafal Pancasila, tidak lagi soal itu. Tapi soal bagaimana mereka menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan ragam fenomena yang baru,”ungkapnya.
Itu bisa dilakukan dengan cara mendorong percepatan edukasi dan moderasi melalui propaganda persatuan, sebagaimana kemerdekaan bangsa dicapai melalui persatuan. Dirinya menegaskan, persatuan menjadi kunci utama.
“Edukasi dan moderasi untuk menuju persatuan di tengah perbedaan itu menjadi kekuatan utama kita dari dulu. Tanpa keduanya kita itu tidak akan pernah bisa merdeka dari segala tantangan yang ada. Entah korupsi, kemiskinan dan lain sebagainya,” terang Habib Ja’far.
Untuk itu, Habib Jafar mengungkapkan setidaknya ada 2 hal yang harus menjadi agenda pemerintah. Ini penting agar kedepannya tidak ada lagi anak bangsa yang kembali terjerat pada virus intoleransi dan radikalisme untuk mewujudkan Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
“Pertama terus mewaspadai narasi-narasi intoleransi dan radikalisme yang ada di sekitar kita. Karena narasi-narasi itukan terus bertumbuh, corak propagandanya juga terus bertumbuh, bukan menyebarkan hoax tapi menyebarkan logical fallacy atau kesesatan dalam berpikir,” ucapnya.
Kedua, membangun narasi-narasi yang ‘fresh’ tentang toleransi dan inklusivitas dalam beragama dan berbangsa. Sehingga pada akhirnya kesadaran toleransi dan inklusivitas serta moderasi anak bangsa terus bertumbuh, terus terperbarui, dan yang paling terpenting adalah hubungan atau relate dengan mereka. Karena relate itu kata kunci bagi anak muda,” tandasnya.