Islamina.id – Dalam diskusi atau perbincangan publik, setiap Kyai dan santri pesantren, ketika menjelaskan tentang kepemimpinan salah satunya selalu merujuk kepada kaidah “tashorruf al-imam ‘ala ar-ro’iyyah manuthun bi al-maslahah”. Artinya, distribusi (kekuasaan/kebijakan) seorang pemimpin harus menuju kepada kemaslahan rakyat (publik).
Pemimpin dalam makna dan level apapun. Pemimpin yang dimaknakan sebagai person maupun lembaga seperti negara. Dari level paling kecil dalam keluarga sampai ke tingkat global.
Dengan cara pandang tersebut, pesantren juga diarahkan merujuk kepada kepentingan kemaslahatan para stakeholder, terutama sivitas pesantren sebagai ar-ro’iyyah.
Untuk kepentingan ini, maka pesantren diselenggarakan untuk menyiapkan SDM para santri, mengembangkan ekonomi komunitas santri, dan mendorong para insan pesantren sebagai bagian strategis dalam penyebaran dakwah Islam rahmatan lil ‘alamin.
Bukan hanya secara internal, dalam konteks hubungan dengan negara (eksternal), pesantren selalu bersikap dan bertindak untuk negara.
Untuk hal demikian, maka pesantren terlibat dalam proses merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan negara dan bangsa.
Fungsi Pesantren
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menyatakan 3 fungsi pesantren: Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat. Ketiga fungsi tersebut ditujukan untuk kemaslahatan. Ragam pesantren dan kekhasan metode pembelajaran dalam pesantren adalah bagian dari cara pesantren menguatkan pendidikan para santri.