Terkait soal upah yang dia terima, tidak semua sama. Ketika ia diminta secara profesional, ia diberi upah yang sesuai. Namun, adakalanya ia tidak boleh meminta upah atau kompensasi. Dalam pengakuannya, ia merasa ada ikatan spiritual ketika melukis di tempat-tempat tersebut.
Kronologi
Anil memiliki sifat yang teguh dan ingin untuk belajar. Pada awalnya ia tidak memahami kaligrafi yang berbahasa Urdu itu. Keinginannya untuk terus belajar membuat ia masuk dan diakui di dunia kaligrafi. Bahkan ia diberi kesempatan untuk mempercantik arsitektur sekitar kota Hyderabad dengan ayat-ayat Alquran.
Pada tahun 1990-an, ia merespon pendapat para ahli kaligrafi yang mengatakan penting untuk menulis reklame atau papan nama dalam bahasa Urdu. Kenapa bahasa Urdu? Karena mayoritas penduduk kota dan pemilik toko disana adalah Muslim. Karena inilah, Anil tidak mempunyai pilihan lain untuk berkenalan dengan bahasa Urdu.
Seiring waktu, ia mulai jatuh cinta dengan naskah bahasa Urdu. Mengenal kata demi kata, abjad, menulis aksara Urdu, membuatnya semakin rajin dan terampil. Sampailah pada ia diberi amanah yang dianggap berat olehnya.
Amanah pertama itu ialah mempercantik Masjid Noor di Hyderabad. Anil merasa amanah itu sangat berat. Akan tetapi ia memiliki perspektif lain, anggapannya mungkin Masjid Noor ini merupakan wasīlah kreatifitasnya yang akan datang.
Pekerjaan pertama Anil ini awalnya pun mendapat kontra dari sesama umat agama Hindu yang dia peluk. Banyak sekali yang menentang pekerjaan Anil sebagai kaligrafer. Ibarat “gayung bersambut”, Anil didukung oleh fatwa (keputusan) dari Universitas Jamia Nizamia Hyderabad untuk melanjutkan keahliannya di bidang seni. Bahkan karyanya dipajang di galeri utama. Sebuah kaligrafi Surah Yasin berukuran 183 x 122 cm.
Anil Kumar Hari Ini
Sampai hari ini, Anil Kumar menjadi sosok yang dihargai. Meskipun banyak yang masih menentang apa yang dia lakukan. Ia dijuluki “a man on spiritual soul”, yang memiliki jiwa spiritual yang berbeda dengan umat Hindu pada umumnya.
Anil berpendapat bahwa kesenian itu tidak beragama. Ia percaya Tuhan itu satu. Percaya bahwa agama di muka bumi ini adalah mengimplementasikan kebaikan-kebaikan. Bukan dengan saling membenci antar sesama manusia. Ia juga bersyukur dapat hidup dalam kedamaian dan dapat menerapkan toleransi.
Anil berencana mengadakan pameran lukisan Alquran. Saat dikonfirmasi terkait apakah ia akan meminta anak-anaknya agar meneruskan bakatnya, jawabannya sangat obyektif. Anil bukanlah seorang ayah yang “pemaksa”. Anak-anaknya juga telah mempunyai pekerjaan yang cukup bagus di perusahaan swasta.
Selama bulan suci Ramadhan, Anil kebanjiran permintaan. Ia bergerak dari Masjid ke Masjid. Ia dibantu oleh adik yang juga menekuni pekerjaan tersebut. Saat ditanya apakah tidak lelah melukis? Jawabannya tidak. Lalu ia menambahkan tidak akan lelah untuk menyampaikan pesan perdamaian Allah melalui karya seni.
Para kaligrafer percaya jika seni tidak boleh dibatasi oleh komunitas ataupun agama. Hal inilah yang menjadi acuan Anil. Ia yakin seperti Masjid, Kuil, dan Biara, memberikan pesan cinta, damai, dan persatuan. Dan dalam pesan terakhirnya, “jika kita mengikuti ajaran Tuhan, kita semua bisa hidup harmonis dan dunia akan menjadi lebih kaya karenanya”.
Disadur dari www.aljazeera.com