Tentu ini jadi pertanyaan besar, para pelaku baik Lumkan beserta istri dan ZA terhadap bunga bank? Bisa jadi di antara faktornya karena bank dikelola oleh Negara dan keuntungannya digunakan untuk pemerintahan yang dianggap mereka Thaghut.
Meskipun pada mulanya juga diawali atas dasar keyakinan normatif mereka yang menganggap bunga bank itu adalah riba. Namun prosentasi kekecewaannya dalam kategori kedua sangatlah kecil.
Kaderisasi
Pengkaderan yang dilakukan kelompok radikal teroris ini sangat sistematis. Buktinya, selama ini gerakan mereka yang selalu dalam pengawasan aparat pemerintah tetapi masih bisa mendapatkan celahnya dan justru kian subur melancarkan regenerasi jihadis militan. Lukman dan istrinya yang baru saja dinikahkan oleh kelompok teroris jadi bukti bahwa generasi mereka sangat militan.
Sepertinya tanpa ragu-ragu jamaah mereka meledakkan diri demi mati syahid yang ditawarkan kelompok teroris. Menurut Ali Imron, eks teroris bom Bali, hanya hitungan jam bisa meyakinkan para jamaah untuk melakukan aksi, dan sampai saat ini peminatnya masih antri untuk bisa mati syahid.
Baca juga: Potret Islamisme di Indonesia
Zakiyah Aini dan Istri Lukman sebagian dari kaderisasi yang sudah menyatakan “memilih jalannya,” sebagaimana ditulis dalam surat wasiat. Jika dilacak dari riwayat kehidupannya, tekanan sosial barangkali tidak menimpa palaku teror ZA. Namun justru disebabkan dari kajian yang diikuti via online.
Zakiyah Aini sebagai representasi dari banyaknya kaum perempuan yang terindoktrinisasi faham radikal hanya melalui kajian dari media online. Perempuan dalam pusaran teroris memang tidak bisa dianggap sepele. Padahal dalam sejarah peperangan zaman Nabi, perempuan tidak dilibatkan di medan pertempuran.
Untuk melawan doktrin itu perlu ada perhatian yang serius. Perlu diberikan kontra narasi wawasan keperempuanan serta mendudukkan jihadnya yang relevan untuk menjaga kemaslahatan. Bukan justru membuat kerusakan. Jadi jihad perempuan bukan terlibat dalam pusaran aksi terorisme.