Baca Juga: Keragaman dan Daya Hidup NU
Melihat fenomena tersebut NU dan Muhammadiyah yang merupakan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia sangat dibutuhkan bangsa untuk mengawal perjalanan masyarakatnya. Dua organisasi Islam tersebut merupakan organisasi yang telah terbukti eksistensinya di Indonesia, dengan sikap toleran yang diusung saat menerima kemajemukan yang terjadi di Indonesia, mereka menjadikan bangsa ini rukun dan tentram. Selain itu dengan tetap menjaga empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI selayaknya mereka mampu mewujudkan kenyamanan dan stabilitas bangsa di atas kemajemukan yang terjadi dalam masyarakat.
Terjadinya pertarungan dalam wacana dan aksi Islam Indonesia telah nampak sekali pada akhir-akhir ini. Perkembangan wacana keislaman sejak 1970-an hingga sekarang terus terjadi dan menemukan puncaknya. Sejak isu Sekularisasi Islamnya Islam nya Nurcholis Majid, Pribumisasi Islam yang dikemukakan Abdurrahman Wahid pada tahun 1980-an, Rasionalisasi Islam yang dilayangkan Harun Nasution, Transformasi Islam yang digagas Moeslim Abdurrahman juga pada tahun 1980-an, hingga Islam Inklusif-Pluralis yang digagas kelompok Paramadina pada tahun 1990-an. hingga kini terus berjalan gagasan keIslaman yang tiada henti. Sejak reformasi digulirkan 1998 muncul berbagai gerakan keagamaan kontemporer yang memiliki afiliasi dengan gerakan keagamaan-keagamaan lama. Mereka muncul ke permukaan dengan membawa misi tujuan dan model gerakannya masing-masing.
Seperti yang telah diungkapkan di awal, abad ke-21 ini Indonesia mengalami polarisasi Islam, puritan dan moderat. Dari kedua polarisasi tersebut penulis mengutip pendapat Zuly Qodir yang melakukan penekanan kembali tentang fenomena Islam yang tengah terjadi di Indonesia sebagai berikut:
- Reforming Islam (Reformasi Islam). Pembaruan pemikiran Islam Indonesia yang ditandai dengan akal sebagai salah satu jalan penerjemahan Islam. Islam dilihat sebagai sesuatu yang aktual dan dinamis karena nya perubahan pemikiran Islam mesti dilakukan terus menerus. Pekerja reformasi Islam dilakukan oleh tokoh-tokoh intelektual Muslim seperti Nurcholis Majid dkk.
- Retraditionalizing Islam atau populer dengan sebutan Islam pribumi yang dikemukakan oleh Abdurrahman Wahid. Dalam pandangan kelompok Islam ini, budaya sebenarnya tidak sepenuhnya memberikan warna yang jelek atas agama Islam di Indonesia. Sebab seperti dakwah para wali juga menggunakan jalan budaya.
- Politizing Islam (Politisasi Islam). Kelompok Islam ini merupakan kelompok islam yang memiliki ideologi pragmatis yakni kekuasaan politik sebagai tujuan akhirnya.
- Bouergeusing Islam (Borjuasi Islam). Lazim disebut sebagai semacam eskapisme Islam dalam bentuk Sufisme perkataan. Seperti dalam kegiatan-kegiatan Zikir bersama ustadz-ustadz musiman yang sedang sangat kondang.
- Progressive muslim. Kelompok Islam ini merupakan kelompok Islam yang memiliki komitmen kuat pada perubahan sosial masyarakat secara mendasar seperti melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan dalam kerangka Transformasi masyarakat. Masalah – masalah kemanusiaan menjadi titik tolak gerakan kelompok ini.
- Moderat Islam (Islam toleran). Kelompok ini sebenarnya di Indonesia merupakan kelompok dominan, tetapi oleh kelompok radikal sering dikatakan sebagai kelompok “Islam banci” sebab tidak memiliki ketegasan tatkala berhadapan dengan orang yang beragama lain. Kelompok Islam toleran ini biasa di rujukan kepada dua pengikut organisasi Islam terbesar di Indonesia NU dan Muhammadiyah.
- Radical Islam (Islam militan). Serba litterlijk dalam memahami kitab Suci atau Wahyu Tuhan, sehingga mengharamkan hermeneutic, pluralisme, dan sekularisme Islam. Islam adalah agama yang sudah sempurna maka tidak perlu ditafsirkan macam-macam tinggal diyakini dan kemudian melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi segala larangan nya.
Sejak tahun 1970-an puluhan gerakan pemikiran Islam telah muncul dan marak di tanah air dengan varian nya masing-masing. Pijakan mereka adalah merumuskan kembali Islam agar sesuai dengan kondisi riil masyarakatnya, sehingga islam mampu menjawab atau merespon masalah keumatan yang muncul. Secara garis besar, gerakan pemikiran keislaman tersebut terbagi menjadi 2 varian yaitu puritan dan moderat. Indonesia sebagai negara yang Multikultur, multi-agama maka Islam yang toleran lah yang seharusnya menjadi ciri khas utamanya, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh dua ormas mainstream di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah
Orang boleh saja memiliki interpretasi yang beraneka dan merugikan tentang visi dan misi historis motivasi lahirnya dua organisasi ini, tetapi perlu diingat bahwa dua organisasi ini telah berkiprah hampir satu abad di Indonesia yang hasilnya bisa dilihat sampai saat ini. Hampir tidak bisa ditemukan di belahan dunia Islam lain, organisasi Islam yang bisa bertahan dan berkembang demikian mengesankan selama satu abad. Kolaborasi NU – Muhammadiyah di abad 21 ini bukanlah impian jika dilandasi dengan hubungan empati; satu Aswaja dan satu umat dengan berbagai permasalahan nya. Oleh karena itu, tepatlah kiranya bila kita menyimpulkan bahwa ormas Islam yang ber-“hak” berkembang, sebagai teladan yang layak mendapatkan tempat di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah dengan jargon Islam tolerannya.
Baca Juga: Kesuksesan Muhammadiyah yang Perlu Ditiru oleh NU