Jumat, Agustus 22, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Sekularisme Bertentangan Dengan Islam?

Sekularisme Bertentangan Dengan Islam?

Sekularisme Bertentangan dengan Islam?

Roland Gunawan by Roland Gunawan
26/07/2021
in Kajian, Tajuk Utama
46 2
0
47
SHARES
930
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Di dalam tradisi Islam klasik, banyak contoh yang dapat dijadikan teladan. Misalnya, tentang sikap dua tokoh muslim terkemuka dan sangat dihormati berkenaan dengan masalah dunia, yaitu permasalahan tinggi/mahalnya harga barang (ghilâ` al-as’âr). Dua tokoh yang dimaksud adalah Qadhi Abdul Jabbar al-Muktazili dan Imam al-Baqillani al-Asy’ari.

Qadhi Abdul Jabbar dalam bukunya “al-Mughnîy” melihat bahwa faktor yang menyebabkan tinggi/mahalnya harga barang adalah “sedikitnya barang dengan kebutuhan yang sangat mendesak (syiddah al-hâjah) terhadap barang tersebut. Dengan kata lain, banyaknya orang yang sangat membutuhkannya. Juga dalam menentukan harga barang (tas’îr) kadang-kadang terjadi kecurangan, sehingga membawa kerusakan yang menyusahkan kaum fuqara”, maka “dalam menentukan harga harus adil” demi terwujudnya kesejateraan masyarakat.

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Berbeda dengan Imam al-Baqillani yang menegaskan dalam bukunya “al-Tamhîd”, bahwa mahal dan murahnya barang tidak tergantung pada sifatnya, akan tetapi sangat tergantung pada faktor utama, yaitu Allah. “Kalau Allah menciptakan dalam diri semua manusia sifat zuhud terhadap makanan dan menjadikan mereka selalu ingat akan kematian, tentu mereka tidak akan membeli barang-barang tersebut, baik sedikit maupun banyak.” Jadi, walaupun barang itu sedikit, tidak akan mungkin dapat mengangkat harga. Sebab “sesungguhnya semua harga itu datang dari Allah”, dan Dialah yang menciptakan segala sesuatu.

Contoh di atas memperlihatkan dengan jelas kepada kita, betapa kedua pemikir besar tersebut berbeda dalam menafsirkan fenomena duniawi. Qadhi Abdul Jabbar berangkat dengan penafsiran ilmiah-sekuler (al-tafsîr al-‘ilmîy al-‘ilmânîy) dan berpijak pada faktor obyektif alam. Sedangkan Imam al-Baqillani menilai masalah yang sama dengan penafsiran agamis (al-tafsîr al-dînîy) dan berpijak pada faktor luar alam (khârij al-thabî’ah), yaitu Allah. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa penafsiran agamis sangat berbeda dengan penafsiran sekuler.

Hanya saja, penafsiran Qadhi Abdul Jabbar di atas sama sekali tidak bertentangan dengan keimanan dan keislamannya. Jadi, pada hakikatnya sekularisme merupakan ekstensi dari rasionalisme, baik dari segi pandangan dan pendekatannya. Barangkali hadits yang berbunyi, “Dalam urusan dunia (profan), kalian lebih faham, lebih tahu,” merupakan penegasan terhadap makna ini. Maka interaksi dengan alam, dan menafsirkannya dalam kondisi riilnya yang obyektif—dalam realitas kehidupan manusia—dengan metode ilmiah sama sekali tidak bertentangan dengan agama dan keberagamaan seseorang.

Intinya adalah, bahwa sekularisme tidak bertentangan dengan agama dan keimanan. Justru akan menjadi pendorong bagi pembaharuan agama selaras dengan perkembangan kehidupan dan realitas yang ada. Selain itu, sekularisme tidak hanya terkait dengan budaya Barat semata, walaupun budaya Barat mempunyai andil cukup besar dalam perkembangannya. Namun sekularisme merupakan tradisi (turâts) manusia klasik yang terkait erat dengan sejarah manusia yang terus berkembang. Oleh karenanya, ia merupakan produk atau buah dari setiap usaha dan pengalaman manusia yang beragam tingkatannya.

Dengan pengertian semacam itu, secara sederhana, sekularisme dapat dipahami sebagai sikap kita dalam menghadapi kenyataan hidup di dunia ini. Apakah kita menerimanya dengan terbuka ataukah kita malah menolaknya. Bila kita menerimanya, maka kita harus berani menanggung segala konsekuensi yang bakal muncul. Sebaliknya, jika kita menolaknya, itu pertanda bahwa kita takut menghadapi kenyataan.

Page 2 of 2
Prev12
Tags: Islam dan SekularismeIslam SekulerSekularisme
Previous Post

Surat Yasin Ayat 12: Kunci Keberhasilan di Masa Depan

Next Post

PPKM Level 4 dan Pentingnya Menjaga Kehidupan

Roland Gunawan

Roland Gunawan

Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
Next Post
Ppkm Level 4 Dan Pentingnya Menjaga Kehidupan

PPKM Level 4 dan Pentingnya Menjaga Kehidupan

Cacat Pikir Gagasan Islamisme

Belajar Amar Ma'ruf Nahi Munkar dari Umar bin Khattab

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.