Islamina.id – Setelah Umar bin Khattab didaulat sebagai Khalifah kedua menggantikan Abu Bakar As Siddiq, ia melanjutkan estafet kepemimpinan dengan melakukan pembenahan pada banyak hal terutama dalam bidang sosial, politik, ekonomi, serta dalam menyebarkan misi dakwah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah ke berbagai daerah di luar jazirah Arab.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ia membuat beberapa perjanjian dengan pemeluk agama lain terutama di daerah yang baru ditaklukkan misalnya daerah Aeliya pada tahun 636 M. Penandatanganan ini lebih dikenal dengan Perjanjian Aeliya antara Umar bin Khattab dan orang-orang Kristen di daerah Yerusalem.
Dalam hal ini, Umar bin Khattab sebagai pihak yang menaklukkan daerah tersebut mengedepankan sikap yang bijaksana dengan cara menghormati pemeluk agama Yahudi maupun Kristen tanpa ada kedzaliman maupun pembantaian sedikit pun kepada umat yang berbeda keyakinan.
Baca juga: Misi Islam: Mengajarkan Perdamaian bukan Permusuhan
Karen Armstrong mengungkapkan bahwa Umar bin Khattab memimpin satu penaklukan yang sangat damai tanpa ada tetesan darah. Padahal kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang panjang dan sering tragis.
Saat kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran simbol-simbol agama lain, tidak ada pengusiran atau pengambil-alihan, dan tidak ada usaha untuk memaksa penduduk Jerusalem memeluk Islam.
Jika sikap respek terhadap penduduk yang ditaklukkan dari Kota Jarusalem itu dijadikan sebagai tanda integritas kekuatan monoteistik, maka Islam telah memulainya untuk masa yang panjang di Jerusalem, dengan sangat baik tentunya.
Sikap bijaksana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dalam perjanjian ini sebagai simbol toleransi beragama yang menuai banyak pujian dari semua kalangan baik dari Umat Islam, Yahudi, Kristen.
Hal ini berkat pemahaman agama yang mendalam serta kepiawaian dan kemampuannya dalam berijtihad dalam menyelesaikan masalah ini dengan memberikan keamanan kepada siapapun dengan syarat mau membayar jizyah sebagai jaminan keamanan dari serangan bangsa Persia maupun Romawi serta tak memulai perlawanan maupun peperangan.