Pertumbuhan media sosial digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menebarkan virus-virus radikalisme dan terorisme. Kita dengan mudahnya menemukan akun-akun yang secara aktif menebarkan kebencian atas nama kelompok, suku, agama, dan individu yang beredar secara luas di internet. Internet digunakan untuk menghujat dan mencaci maki orang atau kelompok yang berbeda pandangan dengan dirinya.
Di masa pandemi Covid-19, kelompok teroris memaksimalkan aktifitas daring. Kelompok-kelompok tersebut menggunakan media sosial untuk melakukan aktifitas propaganda, melaksanakan proses rekrutmen anggota baru hingga kegiatan pendanaan. Kelompok radikal dan teroris menggunakan media sosial secara massif untuk menanamkan doktrin radikal di masyarakat.
Aktivitas di dunia maya relatif lebih mudah dilakukan, dan cenderung lebih efektif dalam mendogma generasi muda untuk turut serta mendukung ideologi radikal dan ikut terlibat aksi teror. Rekrutmen anggota secara daring juga menjadi program prioritas bagi kelompok-kelompok radikal untuk mendapatkan anggota sebanyak-banyaknya. Ruang digital yang bebas seperti ini menimbulkan problematika baru dalam kehidupan sosial.
Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan kemerdekaan. Namun, kebebasan yang dimaksud bukan berarti kebebasan tanpa batas seperti sekarang. Di mana kita bebas menyebarkan provokasi, hujatan, atau ujaran kebencian terhadap orang lain.
Karena kebebasan seperti ini tidak sesuai dengan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila. Lebih dari itu, sikap seperti itu juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Seringkali kita terjebak pada sifat sombong, merasa paling benar, paling unggul, dan paling superior. Kebebasan seperti ini tidak membangun kesadaran mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, tapi malah menciptakan sikap fanatisme buta.
Kondisi yang demikian, mendorong paham-paham radikal dan ekstrem berkembang pesat di Indonesia. keadaan ini sangat disayangkan, bagaimana kebebasan yang kita terapkan, tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kebijaksanaan menjadi lahan subur berkembangnya ideologi radikal. Kita tidak boleh memungkiri bahwa media sosial digunakan menjadi sarana penyebaran kebencian, informasi palsu, dan radikalisme.
Tapi kita harus bergerak untuk meng-counter penyebaran paham-paham ekstremisme dan radikalisme. Beberapa tindakan yang bisa kita lakukan untuk memutus penyebaran paham radikalisme dan terorisme adalah pertama, kita dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun sebuah badan keamanan siber nasional yang secara konsisten menghalau berbagai pengaruh negatif dari penggunaan internet.
Kedua, bergabung dengan organisasi-organisasi yang konsisten mengembangkan dakwah yang moderat, santun dan menyejukkan seperti IPNU IPPNU, Ansor, Fatayat NU dan lain sebagainya. Dengan begitu kita mampu membangun konektivitas untuk mengkampanyekan nilai-nilai perdamaian dan toleransi dengan lebih massif dan optimal, serta dapat mengimbangi konten-konten negatif yang mengancam keutuhan bangsa di dunia maya dan kehidupan sosial.
Ketiga, membangun dialog lintas agama dan budaya secara berkala untuk saling mengenal, belajar, dan mencintai. Dengan dialog, maka semuanya bisa saling memahami, sehingga timbul rasa cinta dan perasaan saling memiliki. Dengan terciptanya perasaan saling memiliki akan menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang kuat dan tangguh.