Jika hanya berpangku pada warisan salaf, maka keislaman kita bisa diombang-ambingkan arus zaman. Contoh, dalam membela kesucian al-Qur’an dari budaya Arab, kita tidak cukup berlandaskan argumen salaf, karena argumen mereka hanya berkutat pada keistimewaan al-Qur’an, namun tidak memberi serangan akurat terhadap sisi-sisi yang dibidik oleh pemikiran liberal.
Kritik sesuai dengan pesan Imam al-Ghazali, “Keraguanlah yang menyampaikan pada kebenaran. Dia yang tidak pernah meragukan, berarti tidak pernah bernalar. Dia yang tidak pernah bernalar, berarti tidak pernah melihat. Dia yang tidak pernah melihat, akan tetap dalam kesesatan dan kebutaan.”
Adapun kreatif sesuai dengan konsep tajdīd seperti pesan Nabi tentang datangnya pembaharu agama setiap satu abad. Alm. K.H. Maimun Zubair dalam karya beliau, “Al-‘Ulama’ al-Mujaddidun wa Majal Tadrisihim wa Ijtihadihim” menafsirkan pembaharu agama sebagai penghidup Sunah Nabi SAW ketika bid’ah bertebaran.
Pada masa kini, Islam diserang dari berbagai segi, khususnya pemikiran. Dalam menangkal serangan tersebut, kita tidak cukup melawan, tapi juga mengembangkan. Pasalnya, di antara serangan tersebut ada yang sebenarnya merupakan bagian Islam, namun selama ini terabaikan.
Kedua, tujuan dari pemikiran kritis ialah kebebasan. Bebas di sini adalah kita ikut kebenaran, bukan karena orang lain bilang itu benar. Kita ikut NU bukan karena kebetulan hidup di lingkungan NU. Lebih jauh dari itu, kita ber-NU, karena sadar dan paham bahwa NU itu benar. Dengan demikian, ke-NU-an kita bukan muncul karena paksaan, tekanan atau terlena pada lingkungan, namun berangkat dari kesadaran ilmiah bahwa NU itu memang kebenaran yang kita dambakan.
Sekilas uraian di atas hendak mendobrak zona nyaman yang selama ini menyelubungi kita. Zona nyaman tersebut ialah bahwa keislaman kita selama ini sesak dengan unsur ikut-ikutan pada lingkungan.
Gampangnya, jika Anda menyalahkan Wahabi, barangkali Anda kebetulan hidup di lingkungan NU? Seandainya, Anda hidup dan besar dalam lingkungan Wahabi, apakah Anda bakal menyalahkan aliran ini? Jika Anda hidup dalam lingkungan ateis, akankah Anda membenarkan Islam? Jika Anda hidup di lingkungan samen laven (nikah cukup dengan suka sama suka. Tidak usah akad dan lain-lainnya), mungkinkah Anda menyalahkan zina?
Liberalisme hendak menggertak kesadaran kita untuk keluar dari zona ikut-ikutan menuju kesadaran ilmiah bahwa Islam itu memang kebenaran mutlak yang selamanya dibutuhkan.
Baca Juga: Menyoal Isu Kemunduran Umat Islam: Kuru, Ulil, dan Luthfi