Dalam sejarah bangsa ini, perjalanan antar suku, agama, budaya, juga tidak sepi dari konflik dan selisih. Banyak korban jiwa akibat tikai yang mewarnai sejarah Republik ini. Ada sesal? Pasti! Dengan kata lain, konflik berbasis SARA yang boleh dikata sulit dihindari, tetapi secara beriringan juga membuka pintu untuk rekonsiliasi. Di Indonesia, tidak saja di Ambon yang terdapat Gong Perdamaian Dunia, melainkan terdapat pula di sejumlah daerah: Bali, Palu, Blitar, Ciamis, Jepara. Simbolisasi ini adalah penanda pentingnya antar sesama menjaga persaudaraan dan menjadikan tikai-konflik masa lalu sebagai pembelajaran berharga agar tidak terulang.
Penanda untuk terus merawat kemajemukan mutlak diperlukan. Basis ini mengalamatkan urgensi bahwa/memang konflik tidak bisa dihindari, tetapi sekaligus resolusi konflik pun mesti dicari/diupayakan. Orang Ambon punya prinsip hidup atas keberbedaan yang menyatukan dengan adagium Katong samua basudara. Sedangkan Orang Sukabumi berprinsip reugreug pageuh, repeh rapih, kacai jadi saleuwi kadarat jadi salegok: hidup ingin selalu damai dan tentram dengan siapa pun, tidak memedulikan latar belakang; sehingga saling menyayangi.
Lewat bukunya, Humankind: A Hopeful History, Rutger Bregman menyimpulkan bahwa manusia meski dalam perjalanan hidupnya diwarnai saling tikai dan menegasikan, tetapi secara fitrah, manusia adalah makhluk yang cinta damai. Sedangkan masyarakat Indonesia merupakan kumpulan aneka suku, etnis, dan beragam agama/kepercayaan. Masing-masing identitas kesukuan mempunyai sebentuk kearifan lokal sebagai khazanah bangsa untuk kemudian bisa saling jumpa-menghargai. Tidak patut menganggap sukunya paling maju dan suku lain terbelakang.
Warna-warni masyarakat Indonesia seyogianya menjadi kesadaran kolektif bersama merawat modal besar ini dari ancaman konflik. Para bijak bestari memberikan resep mujarab mewujudkan kelanggengan ikatan perdamaian. Tak ada cara lain selain lebih banyak melihat hamparan persamaan ketimbang mencari-cari titik-titik perbedaan. Bakda Idul Fitri, jiwa-jiwa bersih mesti dijaga dari kotoran hasutan dan debu provokasi. Berfitrah damai alias menjadi manusia yang senantiasa mengedepankan laku lampah damai sembari mengikis nuansa kebencian-permusuhan.